Rabu, 11 Juli 2007

kompas news

Sabtu, 13 Juli 2002

Yogyakarta Gamelan Festival VII

Esensi Gamelan pada Spirit, Bukan Alat

kompas/th pudjo widijanto
Yogyakarta, Kompas - Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) VII yang berlangsung 10-14 Juli, lebih menitikberatkan pada spirit dari musik gamelan, dan bukannya alat musik gamelan dan bagaimana alat-alat itu lazim difungsikan. Karenanya, YGF VII welcome untuk segala macam kemungkinan alat, dan penggalian baru bunyinya. Demikian benang merah perbincangan dengan dua pemusik asal Jakarta Marusya Nainggolan, dan penggagas dan Ketua Panitia YGF VII, Sapto Raharjo, Jumat (12/7) di sela-sela jalannya YGF VII. Keduanya ditanya menyangkut peralatan musik yang digunakan dalam festival ini sangat minim dengan peralatan gamelan.

Menyaksikan YGF VII, awam akan membayangkan bahwa para peserta festival akan berimprovisasi atau membuat repertoar-repertoar yang bertitik tolak dari peralatan musik gamelan. Namun, yang nampak dalam festival justru bukan hanya seperangkat alat gamelan, namun juga berbagai alat diatonis, ataupun benda-benda yang menimbulkan sumber bunyi, namun tidak bertumpu pada norma-norma alat musik lazimnya. Karenanya, dalam festival itu ada lempengan baja panjang yang digesek dengan alat yang mirip alat gesek biola.

Sedangkan Marusya Nainggolan yang malam sebelumnya mementaskan reportoar "Dialog dengan Musik", musik tradisi rasanya lebih merupakan sumber inspirasi untuk melahirkan sebuah karya. Dan itu nampaknya yang terlihat dalam festival gamelan ini.

Musik tradisi, katanya, sangat berkarakter dan variatif. Karena itu pula musik tradisi bisa memberi spirit untuk menciptakan sebuah harmoni baru, yang tak harus tergantung pada alat musik tradisi yang ada. Dalam arti yang lebih luas, mencipta sebuah reportoar bukan sekadar menggabungkan musik-musik tradisi, namun harus tahu benar, sumber bunyi musik tradisi (alat) maupun latar belakang budayanya. "Karena itu, dalam membuat reportoar harus jelas, bukan sekadar mencampur begitu saja," tandasnya.

Namun, yang lebih penting bagi Marusya, dari peristiwa festival gamelan ini adalah bahwa musik tradisi bisa menjadi titik berangkat atau sarana berkomunikasi. Artinya lewat pergumulan musik tradisi ini, diharapkan bisa menciptakan sebuah aura kehidupan yang tidak egois.

"Artinya di situ ada cermin sikap hidup yang saling menghargai, mengasihi, sehingga ada kehidupan yang damai. Menurut saya, festival gamelan ini merupakan sebuah sentuhan rasa, betapa sebenarnya alat-alat musik itu hanya sarana, yang lebih penting adalah konsep bagaimana kita memadukan sebuah keragaman menjadi sebuah kebersamaan," tegasnya.

Dari titik itu pula, Merusya menyatakan, bahwa dalam musik tidak ada siapa yang paling berperan. Ketika sudah menjadi karya reportoar, semuanya punya peran yang harus dipertanggungjawabkan. Kalau semua ingin menonjol, semua ingin jadi pemimpin, jadinya hanya rebutan, tidak ada harmoni musik yang padu.

Catatan Gamelan Gaul

Sapto Rahardjo menambahkan, sebagaimana pernah dicobanya dalam kegiatan Gamelan Gaul tahun 2000 silam, dan diikuti belasan peserta, maka yang sangat menarik dan memukau, justru adalah keberanian sejumlah sekolah dari Jakarta-anehnya bukan dari Jogja atau Solo, sebagai pusat kebudayaan Jawa- yang dengan ringan dan kreatif mempertontonkan demonstrasi gamelan.

"Ya seperti prinsip spirit tadi, tidak perlu takut membuat komposisi yang aneh, dan mungkin gamelannya juga tidak lengkap. Wong menggunakan satu atau dua saja alat gamelan itu, juga sudah bisa ikut dalam Gamelan Gaul ketika itu. Saya kira, ini yang mesti juga dikembangkan pada anak-anak muda, agar mereka mulai mencintai kembali musik tradisi dan alat-alat musik tradisi, tetapi isinya dengan kesadaran yang baru dan sumber kreativitas baru," ujar Sapto Rahardjo.

Terus-terang Sapto mendambakan, YGF akan terus berkembang, demikian pula Gamelan Gaul yang baru sekali diadakannya, bisa berlanjut. "Soale Mas, sopo sing gelem ngewangi nyeponsori. Sponsor kuwi penting saiki, karena tanpa sponsor tombok terus aku," ujar Sapto Rahardjo. (HRD/TOP)

Search :

Berita Lainnya :

Aksi "Sweeping", Momok Pariwisata di Solo

Atasi Kekeringan, Bantuan Air Dinilai Mubazir

CAMPUR SARI

Dolog Optimistis, Pengadaan Gabah Sesuai Target

Esensi Gamelan pada Spirit, Bukan Alat

Gubernur Jateng Serahkan Lima Mesin Pengering Padi

Gunung Kidul Tak Butuh Hujan Buatan

Hotel Karimunjawa Tanpa IMB

Kekeringan, Nelayan Sulit Dapat Ikan

Peminat D3 Turun 30 Persen

PRINGGITAN

WACANA



0 komentar:

The Good Weblog

Design by us-ka.blogspot.com 2007-2008